Rabu, 14 Januari 2015

PERIHAL BUNGA MAWAR



Judul: Perihal Bunga Mawar
Oleh: Sitie CB

“Bunga mawar? Dari Edoe?” jawab Lailla penuh tanya, ketika Tika menanyakan perihal bunga mawar yang sering dibeli Edoe. “Sumpah, aku gak pernah menerima bunga mawar dari Edoe Tik!” lanjutnya.

“Jangan-jangan ….” Berbagai pikiran negative menjejali kepala perempuan berperawakan langsing itu.

Bergegas ia ke rumah Edoe, laki-laki yang memutuskan untuk menunda lamarannya dua bulan lagi tanpa penjelasan apapun.
Beberapa kali mengucap salam, namun tak ada sahutan. Handphone Edoe pun tidak aktif.
Akhirnya, Lailla pulang dengan perasaan kesal. 

**
“La, maafkan aku. Selama seminggu ini tak memberimu kabar,” ucap Edoe saat berkunjung ke rumahnya.

Namun Lailla hanya diam.
Maaf-maaf, gak semudah itu, Doe! Batinnya jengkel. 

“Iya, aku memang salah. Tapi ada alasan dibalik semua itu, La!”

“Alasan apa? Mengunjungi pacar barumu dengan sering membelikan bunga mawar, hah!” serunya.

“Kamu tahu dari mana? Semua itu salah paham, La. Rose itu …” 

“Oh, jadi namanya Rose!” potong Lailla dengan nada sinis sembari berlalu dari hadapan Edoe, laki-laki yang selama seminggu ini menghilang begitu saja.

*
Hati Lailla didera kesedihan. Ia merasa Edoe telah menghianatinya di belakang.

“La, tak seharusnya kamu marah seperti itu! Memangnya kamu sudah tahu, Rose itu siapa?” tanya Tika, sahabat yang selalu jadi tempat curhat Lailla.

Ia menggelengkan kepala.

“La, sebaiknya kamu minta maaf sama Edoe! Sekalian meminta penjelasan tentang Rose, perempuan yang telah berhasil merebut perhatian Edoe darimu!” usul Tika. 

Lailla hanya diam, meresapi setiap kata yang keluar dari mulut sahabatnya.
Kamu benar, Tik. Harusnya aku tak seemosi kemarin. Harusnya aku mendengarkan penjelasan Edoe tentang perempuan bernama Rose itu! Batin Lailla penuh sesal.
Sebab, ia tak mau kehilangan Edoe.

“Aku terlalu egois!” lirihnya.

**
Dengan yakin, Lailla melangkah menuju rumah Edoe. Meminta maaf adalah tujuannya untuk memperbaiki hubungan yang sudah empat bulan terjalin.

“Mas Edoenya baru saja keluar, Mbak. Mungkin belum jauh dari sini,” jawab pembantu Edoe, saat Lailla menanyakan keberadaan kekasihnya.

Bergegas, ia menaiki taksi untuk menyusul laki-laki yang dicintainya.

“Edoe!” serunya ketika melihat mobil yang ia kenal terparkir di depan toko bunga. 

“Dia membeli bunga mawar lagi? Benar-benar gak bisa dimaafkan!” Dihelanya napas panjang, “sabar-sabar, lebih baik aku menyelidikinya terlebih dulu,” lirihnya sembari mengelus dada.
Ia menginstrusikan Pak Sopir untuk membuntuti mobil Edoe. Mobil melaju dengan kecepatan sedang.

“Pelan-pelan saja ya, Pak. Supaya tidak dicurigai.”

“Baik, Mbak.” 

*
“Ru-mah ma-sa de-pan?” lirihnya, begitu mobil Edoe memasuki gapura. 

Lailla memilih berjalan kaki untuk masuk ke dalam. Terlihat orang-orang ramai berlalu lalang sembari membawa keranjang berisi bunga.
Ia berlari menyusul Edoe, dan ingin sekali berhambur memeluk kekasihnya.

“Edoe,” sapa Lailla pelan, ketika mendapati orang yang diikutinya baru saja selesai membaca doa.

 “Lailla! Kok kamu bisa di sini?” tanya Edoe sedikit kaget atas kehadirannya.

“Maafkan aku, Doe. Aku sudah berburuk sangka padamu.” Hanya kalimat itu yang mampu ia ucapkan. Lalu ia bersimpuh dan mengusap batu nisan bertuliskan wafatnya Rose binti Ahmad seminggu yang lalu. Inikah alasan Edoe?

 “Tak sepenuhnya salah kamu, La. Maafkan aku juga karena tidak pernah cerita tentang Rose, adikku yang meninggal dari seminggu yang lalu. Ia kecelakaan, ketika sedang menyeberang jalan untuk membeli bunga mawar ….” Kalimatnya terhenti, seolah berat untuk melanjutkan sesuatu.

“Dan kamu tahu? Bunga mawar itu kesukaan Rose, La. Ia ingin sekali seperti bunga mawar yang berduri!”
Edoe tak bisa membendung air matanya, begitu pun Lailla.
 
Bunga mawar yang berduri? Batinnya. Lalu ia tersenyum, ada kesejukan yang masuk ke hatinya, perihal bunga mawar.

Jakarta, 11 Januari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar