Judul: Perihal Bunga
Mawar
Oleh: Sitie CB
“Bunga mawar? Dari Edoe?” jawab Lailla penuh tanya,
ketika Tika menanyakan perihal bunga mawar yang sering dibeli Edoe. “Sumpah,
aku gak pernah menerima bunga mawar dari Edoe Tik!” lanjutnya.
“Jangan-jangan ….” Berbagai pikiran negative
menjejali kepala perempuan berperawakan langsing itu.
Bergegas ia ke rumah Edoe, laki-laki yang memutuskan
untuk menunda lamarannya dua bulan lagi tanpa penjelasan apapun.
Beberapa kali mengucap salam, namun tak ada sahutan.
Handphone Edoe pun tidak aktif.
Akhirnya, Lailla pulang dengan perasaan kesal.
**
“La, maafkan aku. Selama seminggu ini tak memberimu
kabar,” ucap Edoe saat berkunjung ke rumahnya.
Namun Lailla hanya diam.
Maaf-maaf, gak semudah itu, Doe! Batinnya jengkel.
“Iya, aku memang salah. Tapi ada alasan dibalik
semua itu, La!”
“Alasan apa? Mengunjungi pacar barumu dengan sering
membelikan bunga mawar, hah!” serunya.
“Kamu tahu dari mana? Semua itu salah paham, La. Rose
itu …”
“Oh, jadi namanya Rose!” potong Lailla dengan nada
sinis sembari berlalu dari hadapan Edoe, laki-laki yang selama seminggu ini
menghilang begitu saja.
*
Hati Lailla didera kesedihan. Ia merasa Edoe telah
menghianatinya di belakang.
“La, tak seharusnya kamu marah seperti itu! Memangnya
kamu sudah tahu, Rose itu siapa?” tanya Tika, sahabat yang selalu jadi tempat
curhat Lailla.
Ia menggelengkan kepala.
“La, sebaiknya kamu minta maaf sama Edoe! Sekalian
meminta penjelasan tentang Rose, perempuan yang telah berhasil merebut perhatian
Edoe darimu!” usul Tika.
Lailla hanya diam, meresapi setiap kata yang keluar
dari mulut sahabatnya.
Kamu benar, Tik. Harusnya aku tak seemosi kemarin.
Harusnya aku mendengarkan penjelasan Edoe tentang perempuan bernama Rose itu! Batin
Lailla penuh sesal.
Sebab, ia tak mau kehilangan Edoe.
“Aku terlalu egois!” lirihnya.
**
Dengan yakin, Lailla melangkah menuju rumah Edoe.
Meminta maaf adalah tujuannya untuk memperbaiki hubungan yang sudah empat bulan
terjalin.
“Mas Edoenya baru saja keluar, Mbak. Mungkin belum
jauh dari sini,” jawab pembantu Edoe, saat Lailla menanyakan keberadaan
kekasihnya.
Bergegas, ia menaiki taksi untuk menyusul laki-laki
yang dicintainya.
“Edoe!” serunya ketika melihat mobil yang ia kenal
terparkir di depan toko bunga.
“Dia membeli bunga mawar lagi? Benar-benar gak bisa
dimaafkan!” Dihelanya napas panjang, “sabar-sabar, lebih baik aku
menyelidikinya terlebih dulu,” lirihnya sembari mengelus dada.
Ia menginstrusikan Pak Sopir untuk membuntuti mobil
Edoe. Mobil melaju dengan kecepatan sedang.
“Pelan-pelan saja ya, Pak. Supaya tidak dicurigai.”
“Baik, Mbak.”
*
“Ru-mah ma-sa de-pan?” lirihnya, begitu mobil Edoe
memasuki gapura.
Lailla memilih berjalan kaki untuk masuk ke dalam.
Terlihat orang-orang ramai berlalu lalang sembari membawa keranjang berisi
bunga.
Ia berlari menyusul Edoe, dan ingin sekali berhambur
memeluk kekasihnya.
“Edoe,” sapa Lailla pelan, ketika mendapati orang
yang diikutinya baru saja selesai membaca doa.
“Lailla! Kok
kamu bisa di sini?” tanya Edoe sedikit kaget atas kehadirannya.
“Maafkan aku, Doe. Aku sudah berburuk sangka padamu.”
Hanya kalimat itu yang mampu ia ucapkan. Lalu ia bersimpuh dan mengusap batu
nisan bertuliskan wafatnya Rose binti Ahmad seminggu yang lalu. Inikah alasan
Edoe?
“Tak
sepenuhnya salah kamu, La. Maafkan aku juga karena tidak pernah cerita tentang
Rose, adikku yang meninggal dari seminggu yang lalu. Ia kecelakaan, ketika
sedang menyeberang jalan untuk membeli bunga mawar ….” Kalimatnya terhenti,
seolah berat untuk melanjutkan sesuatu.
“Dan kamu tahu? Bunga mawar itu kesukaan Rose, La.
Ia ingin sekali seperti bunga mawar yang berduri!”
Edoe tak bisa membendung air matanya, begitu pun
Lailla.
Bunga mawar yang berduri? Batinnya. Lalu ia
tersenyum, ada kesejukan yang masuk ke hatinya, perihal bunga mawar.
Jakarta, 11 Januari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar