Pikiranku kacau balau, tidak bisa konsentrasi penuh.
Terlalu berfikir keras untuk membut sebuah tulisan. Ingin rasanya menyerah, biarlah
mimpiku untuk menjadi seorang penulis hanyalah sebatas impian, sebatas impian.
Lelah rasanya, huf…
“Ha…ha…ha, bagus…bagus. Sudahlah, menyerah saja…., kau
memang tidak berbakat dalam menulis.” Tiba-tiba saja sesosok makhluk berbaju
serba hitam yang melintas difikiranku menetertawakan keputus asaanku .Seolah
merasa senang dengan sikap pesimisku.
“Jangan menyerah putri, kamu pasti bisa. Optimislah,”
timpalnya dengan halus. Dia adalah sesosok makhluk berbaju serba putih yang
berusaha untuk menyemangatiku.
[Sepertinya aku mengenali sosok-sosok itu. Ya mereka
adalah 2 sosok diriku yg berbeda haluan, hitam dan putih. Astaghfirullah]
Tiba -tiba saja aku menyadari kekeliruanku.
“Ya Allah, kenapa aku jadi pesimis begini,” batinku.
Sosok-sosok itu menyadarkanku. Seperti ada kekuatan
baru yang tiba-tiba muncul dalam diriku.
Aku memang tidak boleh menyerah, pesimis? Apalagi.
Mana aku yang dulu, yang selalu menggebu-gebu dalam hal tulis menulis. Mana aku
yang dulu selalu yakin, bahwa berasal dari mimpi semua bisa tejadi. Asalkan harus yakin dengan apa yang kita impikan.
***
“Wah, tulisannya bagus sekali. Kata-katanya mudah dimengerti
dan enak dibaca,” puji Dian, teman sekolahku dulu.
“Kenapa tidak jadi penulis saja Put?” sambungnya.
“Ah, kamu bisa saja. Aku tidak berbakat dalam bidang
tulis menulis,” jawabku seakan tidak yakin dengan kelebihan yg aku punya.
“Putri, bakat itu kan bisa diasah. Kamu masih ingat
kan kata bu Windi, guru bahasa Indonesia kita waktu di SMP dulu? BISA KARNA
TERBIASA. Aku tahu kamu hobi menulis, dengan seringnya kamu menulis…berarti
kamu sudah bisa dong . Ayolah Put, aku akan selalu mendukungmu,”turur Dian
menyakinkanku.
“Dian, terimakasih banyak.Kamu memang sahabat paling
baik yang pernah ku kenal,’ ucapku penuh syukur.
“Ini sudah menjadi kewajibanku sebagai seorang
sahabat. Yang terpenting adalah kamu jangan mudah menyerah dan putus asa. Oke Putri
yang manis dan baik hati, he….he…”
Kami pun tertawa, menikmati kebersamaan dibawah
pohon beringin nan rindang disamping rumahku.
Aku
jadi terharu, ternyata selain abang masih ada orang yang mau mendukungku untuk
mewujudkkan impian. Dian, sahabat baikku. Dari dulu dia tidak pernah berubah, selalu
mensuport dan meyakinkan tentang
keraguan yang jadi bayang –bayang hidupku. Aku sangat bersyukur bisa
mengenalnya. Diam-diam aku berjanji pada diri aku sendiri, untuk mewujudkan
mimpiku menjadi penulis.
***
Aku jadi rajin menulis. Kertas dan pena adalah alat
yang tidak pernah lepas dari keseharianku. Maklum, aku tidak memiliki alat
ketik, apalagi computer. Boro-boro punya computer, rumah saja masih pakai anyaman
bambu yang sudah usang dan lapuk dimakan usia. Mana mampu orang tuaku membeli
alat begituan, buat makan sehari-hari
saja susah.Tapi aku tidak boleh putus asa,aku harus tunjukkan bahwa aku punya
mimpi yang akan aku perjuangkan.
Ternyata, menuangkan ide-ide yang berkeliaran didalam benak tidaklah mudah. Sudah
berpuluh-puluh kertas terbuang sia-sia.
“Aduh…, susah banget sih bikin tulisan yang bagus. Kalau
kaya gini caranya boros-borosin kertas dong namanya,” keluhku sambil sesekali
membuka majalah kesayanganku. Banyak cerpen-cerpen hasil dari penulis-penulis
pemula, meskipun dengan bahasa yang sederhana tapi isinya bagus, tidak
bertele-tele dan pesannya juga masuk. Wah suer deh, aku jadi terinspirasi gitu, ingin sekali rasanya mengikuti jejak
mereka.
“Bagaimana Put, sudah selesai belum? Abang ingin
lihat hasilnya,” tanya bang Ali yang tiba-tiba sudah ada dibelakangku.
“Eh Abang, bikin kaget Putri saja. Nih… baru
setengahnya,” jawabku seraya menyodorkan hasil karyaku .Tidak henti-hentinya ku
amati wajah abangku [bukan karna
wajahnya yang tampan lho ya, tp mimiknya]. Duh jadi H2C harap-harap cemas, menunggu komentar dari
abangku.
“Bagus, kalimatnya sudah lumayang. Tp…,” komentarnya
dengan mimik wajah yang bikin penasaran.
“Tapi apa
Bang? Ayo buruan kasih tahu,” tanyaku sedikit memaksa.
“Tapi sayang
tidak ada lanjutannya he…he,” ledeknya.
“Ayo terusin lagi, Abang ingin lihat endingnya kaya
apa,” sambungnya.
“Susah Bang, aku kehabisan ide. Perlu berfikir keras
untuk melanjutkanya .”
“Masak sih? Setahu Abang, dulu kamu paling bisa
mengembangkan ide menjadi sebuah cerita yang menarik.”
Memang sih demikian.
“Hmm, jangan -jangan adik Abang yang satu ini sudah lupa dengan kalimat JANGAN PIKIRKAN APA
YANG AKAN KAMU TULIS, TAPI TULISLAH APA YANG ADA DIPIKIRANMU,” lanjutnya dengan
senyum yang menyejukkan hati bagi siapa
saja yang melihatnya.
Oh iya, kenapa aku jadi lupa sih dengan kalimat itu.
Kalimat yang sedari dulu selalu abang tanamkan sebelum memulai menulis. Sebenarnya
sudah banyak hasil tulisan yang aku buat. Tapi sayang, baru setengah jalan
sudah KO duluan (haduhhh, payah banget deh), tidak bisa menyelesaikannya (perlu
berfikir keras untuk melanjutkannya), karena memang disitulah kelemahanku.
Menulis juga
harus pakai hati, jangan asal tulis yang nantinya akan menghasilkan tulisan yang
kurang maksimal. Dulu sewaktu SMP, aku paling hobi membaca buku.Tiada hari
tanpa mengunjungi perpustakaan. Banyak novel-novel yang telah kubaca, sungguh isinya banyak yang
menyentuh. Ada salah satu novel(tp aku lupa judulnya apa) isinya tentang bocah
yang berjuang mencari ibunya. Ceritannya berhasil buat aku menangis
sesenggukan. Ada lagi tentang anak Sekolah Dasar yang
bercita -cita ingin menjadi penulis, dengan semangatnya yang luar biasa,
ia berhasil mewujudkannya. Dan cerita itu benar-benar menginspirasiku.
Kadang berfikir,
apa mungkin aku bisa menjadi seperti merek ya? Menciptakan karya-karya
yang bagus dan bisa membuat pembacanya ikut larut ke dalam cerita. Tapi,
bukankah di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin asal kita benar-benar mau berusaha?
Semangat…, semangat…, semangat. Aku harus lebih
semangat lagi, tidak mau mengecewakan orang-orang yang mendukungku. Akan
kubuktikan pada diri sendiri (yang utama) dan orang lain (pastinya), untuk
mengubah kata TIDAK MUNGKIN (yang selama ini bersemayam difikiranku), menjadi
kata MUNGKIN, dan aku yakin bisa. Aku harus mencari inspirasi untuk melanjutkan
tulisanku yaitu dengan membaca, entah itu koran, novel, cerpen, pokoknya apa
saja deh, termasuk membaca buku harian(upzzst…buku harian?) ya buku harian.Tahu
sendirikan? Buku harian isinya tentang apa
saja? Yap betul….tentang diri sendiri, masalah pribadi kita. Bukankah itu
sangat mudah untuk kita kembangkan menjadi sebuah cerita yang menarik bukan?
Buat kalian yang punya
mimpi, perjuangkanlah. Jangan mudah menyerah dan putus asa.Yakinlah, karna
dengan keyakinan, apa yang kita impikan pasti akan tercapai. Aamiin.
NB: Ini adalah hasil
karya yang saya kirimkan untuk pertama kalinya ke majalah Annida online
kesayangan 5 April 2013.
Awalnya hancur lebur,
ejaan masih berantakan, EYD apalagi? Karena waktu itu modal nekad, yang penting
jadi, tidak menghiraukan syarat dan ketentuannya. Alhasil ditolak, hiks. Tapi
tidak apa, saya belajar dari sini. Dan ini sudah saya revisi meski masih hancur
lebur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar