Senin, 07 Juli 2014

EVENT MAS FALSIST DI KBM

Tema: Meraih Mimpi

Diantara puluhan anak-anak yang sedang menggembala Kambing, satu diantaranya adalah aku. Ini adalah rutinitas sepulang sekolah, menggiring Kambing ke sawah bersama adik dan teman-temanku. Kebiasaan ini aku lakukan sampai lulus dari Sekolah Menengah Pertama.
Dengan nilai kelulusan di atas rata-rata, melanjutkan sekolah adalah harapanku seperti teman-teman yang lainnya. Namun, semuanya pupus ketika ayah tak sanggup membiayaiku untuk melanjutkan sekolah. Sedih? Pasti. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Pasrah.

Ibu mengerti perasaanku dan berusaha membesarkan hatiku agar tak usah minder meski tak bisa merasakan memakai baju putih abu-abu seperti kebanyakan teman sebayaku. Terkadang ada rasa iri , disaat mereka berangkat ke sekolah, aku membereskan rumah. Disaat mereka pulang sekolah, aku menggembala kambing di sawah. Disaat mereka asyik belajar dengan seabreg tugas dari sekolah, aku hanya bisa merenungi nasib yang tak seberuntung mereka.Tapi, inilah jalan hidupku, hidup ke keluargaku. Kalau melihat ibu yang tak pernah mengeluh dengan aktifitas kesehariannya, rasanya aku malu.
***
Kuputuskan merantau ke ibu kota, ketika ada tetangga yang mengajakku bekerja. Berharap, dengan bekerja aku bisa melanjutkan sekolah lagi. Anganku melambung tinggi, membayangkan bisa memakai seragam putih abu-abu dan memiliki banyak teman baru, ah…, aku berkhayal lagi. Nyatanya, semua itu tak pernah terjadi. Mimpiku tak kesampaian, bukannya menyerah, aku hanya tak tega jika harus menambah beban ayah dalam membiayai sekolahku lagi, karena masih ada dua adikku yang butuh biaya untuk pendidikannya.

Di sini, di kota yang tak pernah ada matinya, kumengais rezeki dengan bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Terkadang ada rasa gengsi ketika melihat teman-temanku bisa bekerja lebih baik dariku. Aku malu, tapi lebih malu lagi kalau aku melupakan kata-kata ibu yang selalu mengajarkan rasa syukur.
Meski disibukkan dengan pekerjaan yang menyita waktu dalam keseharian, kuluangkan untuk menulis.

“Wah, tulisannya bagus,” puji temanku ketika melihat buku diariku yang sudah penuh dengan tulisan. ”Kenapa gak jadi penulis saja, Ti?” tanyanya mengagetkanku.
 Penulis? Satu kata yang selalau terngiang-ngiang hingga sekarang. Dan kata-kata itu memotivasiku untuk terus menulis, apapun itu.

Diam-diam ada keinginan untuk menjadi penulis terkenal. Kubulatkan tekad dan menanamkan rasa optimis, berharap suatu saat bisa dikembangkan menjadi karya yang bermanfaat bagi sesama. Bukankah mimpi itu milik siapa saja? Toh selama ada niat dan kemauan, semua itu bisa terwujud.
Selalu ada jalan, bahkan membentang luas dihadapan. Kesempatan yang ada kumanfaatkan sebaik-baiknya, event-event kepenulisan kuikuti, meski banyak gagalnya aku tak boleh menyerah.
Kini, membahagiakan keluarga dan menulis adalah mimpiku yang begitu nyata.

 Opening cukup oke, good point! tapi konfliknya kurang tajam, dan penyelesaiannya terkesan terburu2. Pembaca suka dg konflik yang dialami si tokoh utama dan bagaimana cara si tokoh menyelesaikannya. Hal itu bisa membuat cerita berkesan dan nempel di benak pembaca, dan itu juga yg bisa mempengaruhi pemikiran pembaca. Kurang lbh spt itu yg pernah sy baca dr berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar