Nyawa yang Sama
Detik-detik terasa lambat berjalan. Helaan nafas ini begitu tak
beraturan, menambah kegundahan rasa. Cemas, kalut, dan perasaan lainnya
mendera. Aku seperti orang kebingungan, mondar-mandir di ruang penunggu
sembari memanjatkan doa demi kelancaran persalinan istriku . Lamat-lamat
kudengar suara erangan mengejan. Ya, Keke sedang berjuang antara hidup
dan mati demi kelahiran jabang bayi, anak ketiga kami.
***
Dua tahun yang lalu.
Aku begitu terpukul ketika dokter mengatakan bayi dalam kandungan Keke
yang berusia delapan bulan tak lagi bernyawa. Tidak ada keluhan apa-apa,
Keke hanya curiga ketika tak ada lagi geraka aktif di dalam perut.
Syok, itu yang aku rasakan, lebih-lebih Keke. Karena, ini untuk ke dua
kalinya bayi kami mengalami hal yang sama.
“Mas, coba
ingat-ingat, apa panjenengan pernah membunuh binatang atau melakukan
hal-hal aneh ketika saya hamil?” Tanya Keke dua bulan setelah kejadian
itu. Sontak aku kaget, tak mengira Ia akan menanyakan sesuatu yang
menjadikanku dilema sepanjang hari. Lalu kucoba mengingat-ingat kejadian
yang menurutku janggal.
Tepatnya malam itu, aku akan pulang dari menarik angkot. Kulajukan dengan kecepatan tinggi. Saat kulewati tikungan, tiba-tiba…
“Dasar kucing sialan,” teriakku ketika dikejutkan dengan munculnya
kucing yang entah dari mana asalnya. Bukannya berhenti, aku malah
melajukan angkot dengan kecepatan tinggi.
Meong…, meong…, meong…
Tak kupedulikan keadaan kucing itu, mau mati ke, hidup ke, toh hanya seekor binatang, pikirku kala itu.
***
“Dasar manusia kejam, tidak punya perasaan.” Suara itu menggelegar,
diiringi kilatan cahaya petir. Tepat di depanku, segerombolan Kucing
hitam berbulu lebat dengan pancaran matanya yang tajam akan menyerangku.
“Meong, meong, meong, karma itu akan datang, dan datang lagi,” ancamnya
penuh kemarahan. Aku terperanjat dan terbangun dari mimpi.
“Kucing? Karma? Datang lagi? Apa maksudnya?” Aku belum sadar sepenuhnya tentang mimpi yang baru saja terjadi.
Namun, setelah mimpi itu hari-hariku dihinggapi rasa takut, sangat
takut. Apalagi ketika bayi yang sedang dikandung istriku meninggal.
“Mungkin Allah belum menakdirkan anak kita melihat dunia ini, Ma,” hiburku untuk menguatkannya.
***
“Hukuman bagi mereka yang menyakiti hewan lucu ini sangatlah serius.”
“Kepada para sahabatnya, Nabi berpesan untuk menyayangi kucing
peliharaan, layaknya menyanyangi keluarga sendiri. kucing termasuk
perhiasan rumah tangga, ia tidak dikotori sesuatu, bahkan tidak ada
najis.” Ceramah Kyai Fahrur menyentakku.
Innalilahi wainnailaihi
roji’un. Hatiku bergetar hebat, tubuhku lemah. Kusandarkan tubuh ini di
dinding shaf paling belakang, menahan rasa bersalah yang mampu menohok
ulu hati.
Astaghfirullahhal’adzim. Maafkan aku, Ma. Berkali-kali
kuucapkan istighfar diiringi air mata yang kian bercucuran. Aku telah
membunuh anakku sendiri.
“Lakukan selametan atas kematian kucing
yang pernah kamu tabrak, Nak. Dan jangan lupa minta ampunlah pada Allah,
InsyaAllah calon bayi kamu akan selamat.” Begitulah nasihat Pak Kyai
setelah aku curhat padanya..
***
“Mueeza, makanan sudah siap.”
Kucing berbulu kuning kecokelatan berlari mendekatiku, lalu makan dengan
lahapnya. Meski Keke selalu protes dengan kelakuan Kucing yang selalu
tidur sembarangan dan kerjaannya mengorek-orek sampah, tapi aku tetap
memeliharanya.
“Ma, Kucing itu tidak najis lho, badan, keringat,
bekas dari sisa makanannya adalah suci. Liurnya bersih dan
membersihkan, serta hidupnya lebih bersih daripada manusia. Mungkin ini
pula lah mengapa Rasulullah SAW sangat menyayangi Kucing,” jelasku pada
Keke.
“Kok bisa,” tanyanya penasaran.
“Karena pada kulit
kucing terdapat otot yang berfungsi untuk menolak telur bakteri. Otot
kucing itu juga dapat menyesuaikan dengan sentuhan otot manusia.
Permukaan lidah kucing tertutupi oleh berbagai benjolan kecil yang
runcing, benjolan ini bengkok mengerucut seperti kikir atau gergaji.
Bentuk ini sangat berguna untuk membersihkan kulit. Ketika kucing minum,
tidak ada setetes pun cairan yang jatuh dari lidahnya. Sedangkan lidah
kucing sendiri merupakan alat pembersih yang paling canggih,
permukaannya yang kasar bisa membuang bulu-bulu mati dan membersihkan
bulu-bulu yang tersisa di badannya.”
***
Tangis bayi yang keras
menyentakku…aku sudah masuk ke tempat Keke berbaring lemah. Mukanya
pucat tapi ia sudah kembali tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar