Cinta Bersemi
di Lapangan Basket
“Tidak ada yang namanya
‘Cinta Pada Pandangan Pertama’yang ada rasa suka atau nafsu pada pandangan
pertama yang diartikan menjadi cinta”
#Refrain
#Refrain
Semester baru.
“Tio?” pekikku dalam hati, mimpikah? Tiba-tiba tubuhku lemas, jantungku berdetak
lebih kencang, aku terpaku dalam ketidakpercayaan. Langkahku ragu untuk masuk ke ruang
Perpustakaan. Dia, sosok yang selama ini aku…
***
Ingatanku melayang jauh, menelusuri tentang sosok
dirinya.
Cuaca siang
di bulan Mei begitu terik, tapi tak menyurutkan semangat para siswa yang sedang
mengikuti lomba antar kelas. Setelah seminggu melaksanakan Ujian Akhir Sekolah, di sekolah
kami mengadakan berbagai lomba, di antaranya basket, voli, tarik tambang, sepak
bola, pidato, kebersihan kelas, dan masih banyak lagi.
Aku dan Yuni, sahabat baikku pun memilih menyaksikan
lomba basket. Kami duduk diantara deretan penonton yang begitu antusias. Makhlum, pesertanya adalah kelas 2, yang sudah terkenal
keganasannya, mereka sangat piawai dalam bermain.
“Yun, itu cowok ganteng banget ya?”gumamku pada Yuni
yang ada disampingku.
“Yang mana?” tanyanya sambil mengamati para
pemain basket.
“Itu yang barusan masukin bola ke ring,” jawabku seraya menunjuk-nunjukkan jari kearah cowok yang aku maksud.
“Oh, kirain yang mana. Itu mah si Tio, anak kelas 2A. Ehm…, kamu naksir ya El?” ledeknya sambil senyum-senyum tidak jelas.
“Apa? Naksir? Ah
biasa aja kali,” elakku dengan wajah merah merona dan sedikit nerves, nerves?
Rasa yang sungguh aneh.
“Tapi
dia sudah punya pacar. Nah, itu pacarnya yang lagi bersorak sorai dengan
teman-temannya, pasti Tio tambah semangat nih dapat dukungan dari doi, uhuiiii…, so sweet romantis deh.”
(GUBRAK…..lemas rasanya) Benar-benar, kata-kata Yuni
meruntuhkan hatiku. Rasa-rasanya sudah tidak bersemangat lagi. Ada rasa sakit
yang menggerogoti relung jiwaku, baru pertama kalinya mengalami seperti ini. Di saat aku merasakan
cinta, ah CINTA? Benarkah?
Inikah yang dinamakan Cinta?
Cinta pada pandangan pertama, hati bergemuruh, berdebar, salah tingkah? Ah,
entahlah.
***
“Kenapa harus dia? Kenapa aku dipertemukan kembali
dengannya? Kenapa hobi kita sama? Kenapa aku dan dirinya yang terpilih, untuk
mewakili sekolah dalam perlombaan menggambar antar kabupaten?” Berbagai
pertanyaan memenuhi otakku, bingung.
Kuhela nafas panjang, lalu menghembuskannya secara
berlahan, berharap ketenangan mengisi ruang hatiku. Setelah bisa menguasai
keadaan, aku pun duduk dihadapannya. Ingin rasanya menjauh, tapi guru
Kertangkes menyuruhku demikian. Salah tingkah? Pasti.
Selembar kertas Manila dan pastel membuatku tak
percaya diri, tapi berhasil kulawan. Aku berusaha untuk fokus dan mulai
mencorat-coret, melukis indahnya alam di desa.
“Wow, gambarannya bagus,” pujinya. Aku tersipu malu.
Kulirik dirinya dalam beberapa detik, tampan. Pantas
saja pacarnya cantik. Hiks.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar