Jam dinding dikamarku menunjukkan pukul 9.30 malam,
tapi rasa kantuk belum menghinggapiku. Aku berusaha mengatur pola dudukku dan
sedikit merebahkan diri kekursi, capek rasanya. Tak apalah, demi memperjuangkan
sebuah mimpi. Baru saja aku menyelesaikan sebuah cerpen, menulis adalah hobiku
dan aku begitu termotifasi untuk menjadi seorang penulis. Meskipun baru pemula,
tapi harus tetap optimis dan akan memperjuangkan mimpiku itu. Insyaallah.
Tiba-tiba mataku tertuju pada tumpukan buku yang
tersusun rapi diatas meja belajar. Sebuah buku bersampul warna merah jambu
menarik perhatianku, my diary, kuraih….lalu berlahan-lahan kubuka. Lembaran
demi lembaran kubaca dengan seksama. Sesekali bibir ini tersenyum saat membaca
sebuah catatan teruntuk seseorang. Ehemmm…aku terhenti pada lembaran yang
isinya sebuah puisi:
“Kuberlari mengejar waktu, yang tertinggal dimasa
lalu
Ingin bertemu dengan dirimu, yang selalu ada
dihatiku
Rasa ini slalu menggebu, bila teringat akan dirimu
Namun
kutak pernah tahu, seberapa lamakah ku harus menunggu?
Jarak memisahkan, waktu terus menunggu
Tak mungkin kuungkapkan, rasa ini tuk dirimu
Jujur
kulelah tentang semua,tapi keyakinan mengalahkan segalanya
Andai waktu masih
tersisa, ingin kuungkap meski kau tak menerima”
Teruntuk seseorang yang ada dihatiku AQUARIUS.
Deg….tiba-tiba jantungku berdetak lebih kencang
ketika membaca Sebuah nama AQUARIUS.
AQUARIUS???? Eitssss…jangan pada salah paham dulu ya …
AQUARIUS itu hanya
sebutan saja buat dia, sebenarnya sih namanya Tio…bagus kan?
Hehehe….biar orang yang baca my diary tidak pada tahu. Soalnya, itu buku diary tidak ada
kuncinya .Aku juga kan orangnya sembrono, naruh buku sepenting (cie….buku
penting)ini disembarang tempat. Sudah sering
kejadian my diary dibaca sama orang,
entah itu keluargaku, sahabat, bahkan sampai tetanggaku juga pada ikut baca, lho
kok bisa…bagaimana ceritanya?
Begini…begini, gara-garanya waktu itu aku lagi nulis
diary di teras rumah, tiba-tiba si adik nangis minta dibeliin permen lollipop, ya
sudah aku ajak adikku tersayang itu ke warungnya bu Ijah, tetangga sebelah. Eh..., pas sekembalinya dari
warung, aku memergoki bu Rodiah lagi baca my diary,Alamakkk….langsung saja aku
rebut. Kalau sampai bu Rodiah baca bisa berabe nantinya, masalahnya disitu ada
catatan kalau aku pernah kesaal banget sama
siAmin, anaknya bu Rodiah sewaktu SMP dulu.
Kembali lagi ke AQUARIUS.
Aku berusaha untuk mengingat kembali
tentangnya,begitu jelas. Saat pertama kali aku melihatnya dalam pertandingan
olahraga basket antar kelas waktu SMP dulu(8 tahun yang lalu)
“Yun…itu cowok ganteng banget ya?”gumamku pada yuni yang ada disampingku.
“Yang mana…?” tanyanya sambil mengamati kearah
para pemain basket.
“Itu…yang barusan masukin bola ke ring,” jawabku seraya
menunjuk-nunjukkan jari kearah cowok yang aku maksud.
“Oh itu…kirain yang mana. Itu mah
si Tio, anak kelas 2A . Ehmmmm…kamu naksir ya El…?” Ledeknya sambil senyam
senyum.
“Apa…naksir? Ah
biasa aja kali,” elakku dengan wajah merah merona dan sedikit nerves, nerves? Rasa
yang sungguh aneh.
“Tapi dia sudah
punya pacar. Nah…, itu pacarnya yang lagi bersorak sorai dengan teman-temannya,
pasti Tio tambah semangat nih dapat dukungan dari pacarnya, uhuiiii… so sweet romantis deh.”
(GUBRAK…..lemas rasanya) Benar-benar deh,
kata-kata Yuni barusan meruntuhkan hatiku. Rasa-rasanya sudah tidak bersemangat
lagi. Ada rasa sakit yang menggerogoti relung jiwaku, baru kali ini aku
merasakan seperti ini. Di saat aku merasakan cinta, ah CINTA? Benarkah?
Inikah yang dinamakan Cinta?
Cinta pada pandangan pertama, hati bergemuruh, berdebar, salah tingkah, pokoknya
tidak karuan deh, benar-benar rasa yang aneh bukan..????
Hmmm….entahlah, aku juga belum bisa mengambil
kesimpulan. Mungkin itu hanya rangsangan sesama lawan jenis. Upst….tapi emang
benar, dan itu nyata. Aku hanya bisa merasakan semua itu saat pertama kali melihatnya.
(Hei….sadar..sadar…sadarrrrr apa-apaan sih aku ini, dia
sudah jadi milik orang lain tahu???) Tapi
aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri, rasa yang tidak diundang
tiba-tiba datang menghampiriku. Dan entah mengapa, aku begitu yakin dan optimis
untuk bisa dekat dengannya.
***
Bagaimana kabar Tio sekarang ya? Aku benar-benar
merindukannya. Tidak terasa sudah 8 tahun aku memendam rasa untuknya. Inginnya
sih terus terang, biar plong…dan tidak ada lagi beban, rasa untuknya begitu
menyiksaku. Ah…aku ini, berlebihan banget deh. Tapi ya itulah yang aku
rasakan.
“Masih belum
bisa ngelupain Tio ya El?” tanya kak Adi yang tiba-tiba sudah disebelahku. Sontak
aku kaget dan tersadar dari lamunanku.
“Eh kak Adi…kebiasaan deh, kalau masuk kamar
orang tidak permisi dulu, bikin kaget orang saja. Tidak sopan tahu?” protesku
pada kakak laki-lakiku yang hanya beda jarak tiga tahun ini dengan sedikit
kesal.
“Hehee
maaf…maaf, salah sendiri pintunya tidak
ditutup. Kirain lagi ngelanjutin cerpen
yang kemarin,.eh…tahu-tahunya malah lagi ngelamun.”
Upst….gara-gara ngelamunin si dia jadi lupa nutup pintu.
“Tidak baik lho, menyukai
seseorang terlalu berlebihan,” lanjutnya.
Ia juga sih, huf…betapa waktuku banyak tersita hanya
untuk memikirkannya. Sudah berusaha melupakan, tapi susahnya minta ampun. Senyuman
yang mengembang dari bibirnya mampu menghipnotisku untuk selalu mengingatnya.
Sampai kugeleng-gelengkan kepala, kututup mata dengan kedua tangan, tapi
teteeep saja sosoknya tak mau hilang dari pikiranku.
“Lebih baik
terus terang saja deh, dari pada kamu makin tersiksa.”
Huhhh…sebuah
pendapat yang bikin hati semakin dag..dig…dug. Mana mungki aku berani berterus
terang, menyapanyapun tak ada nyali.
Bukannya bertambah tahun rasa itu berkurang, eh…malah
ini semakin bersemi.