Kamis, 22 Mei 2014

KBMA SEASON 2



 Lemah itu Kuat

Ketika raga tak mampu untuk bangkit dari keterpurukan yang melemahkan sendi-sendi, setidaknya masih ada sedikit harapan akan cahaya KasihNya yang mampu menyusup  ke rongga kehidupan.
Ia berdiri, lekas pergi dari kerumunan orang yang tak memperdulikan dirinya. Masa bodoh dengan teriakan-teriakan sebagian orang tentang status dirinya, masa bodoh dengan cercaan yang menusuk-nusuk  hingga ke relung hati, baginya itu tak seberapa dibanding luka yang ada. Kehilangan mas No juga calon buah hatinya adalah ujian terberat. Berat rasanya , mereka adalah titipan yang sangat berharga, mereka adalah anugerah yang Allah berikan tapi , disisih lain ia  harus ikhlas ketika titipan itu  diambil oleh Sang Pemilik yang sebenarnya.


Langkahnya tak tentu arah. Menapaki terjalnya hidup yang harus ditempuh untuk menyongsong hidup baru. Entah, kemana arahnya akan dituju. Kini, ia hanya seorang diri. Hidup sebatang kara di kota yang tak ada matinya.
Hidup dikota metropolitan memang keras, sekeras hatinya kah ketika tak mau pulang kampung dan tinggal bersama keluarganya? dengan alasan belum bisa melupakan kenangan bersama mas No. Hilir mudik kendaraan yang berlalu lalang tak membuatnya berhenti dan terus menjajakan dagangannya dengan sepeda onthelnya. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, ia bergegas mengayunnya  mencari tempat untuk ia  tinggali sementara.Meski lelah, ia harus kuat.


“Rabbi,begitu berat cobaan ini. Hamba percaya sepenuhnya atas semua takdir yang Engkau berikan. Kuatkanlah hamba , bimbinglah untuk tetap sabar menghadapi hidup ini,” doanya dengan air mata yang bercucuran. Sejatinya, ia adalah wanita lemah. Masih butuh bimbingan , juga kasih sayang yang mampu menguatkan dari suaminya juga orang –orang yang dicintainya.
Tapi, takdir berkata lain. Ternyata hidup tak semulus rencana, manusia tak bisa memprediksi tentang masa depan, karna masa depan adalah rahasia Sang Ilahi, penuh misteri.
***

“Jadilah wanita yang tangguh de.” Kata –kata itu terus terngiang-ngiang kala kesedihan melanda hatinya. Kata-kata yang mampu menenangkannya, dan membangkitkan semangat untuk tetap bertahan hidup.
Mas No, laki-laki yang  menikahinya setahun yang lalu kini telah pergi untuk selama-lamanya. Kecelakaan sebulan yang lalu masih membekas jelas diingatannya.


Ketika fajar belum menampakkan wajahnya, ia dibonceng Mas No dengan sepeda tuanya. Mas No mengayunkan sepedanya dengan santai agar bisa menikmati udara pagi yang menyejukkan sendi-sendi.
“De, kakang jadi ingat masa-masa sekolah dulu, waktu pertama kali kita berkenalan. Ade malu-malu, saking malunya sampai menutupi wajah dengan tangan, ia kan.” Ia pun tersipu malu, dan mencubit lengan suaminya dengan penuh kasih sayang. Saat mereka sedang asyik-asyiknya bercanda tiba-tiba dari sisi berlawanan mobil sedan melaju dengan cepatnya,hingga….jedug!!! Kecelakaan tak bisa dihindari. Mereka terpental ke jalanan beraspal. Entah berapa lama ia tak sadarkan diri, saat bangun ia tak mendapati suaminya yang tadi bersamanya.

“A… a ku dimana,” tanyanya dengan nada terputus-putus kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Seorang dokter pun menjelaskan kronoligi yang sebenarnya. Tangisnyapun pecah, hingga suasana haru menyelimuti ruangan itu. Suster yang merasa kasihan berusaha menenangkan, agar kuat, meski sebenarnya itu sangat berat.
Nyawa mas No tak tertolong lagi, benturan yang mengenai kepalanya membuatnya kehabisan darah. Tangisnya kian pecah kala mengetahui janin yang dikandungnya sudah tak ada lagi, calon bayinya yang sudah menginjak empat bulan.Ya, janin itu, janin yang sudah bernyawa. Karna diusia Empat bulanlah Allah meniupkan ruh kedalam janinnya.


Kalau saja bukan karna JanjiNya , mungkin ia tak akan kuat menghadapi ujian dariNya.
“Demi Dzat dan jiwaku berada ditangannya. Sesungguhnya janin yang berguguran akan membawa ibunya ke dalam surga dengan bersama ari-arinya. Apabila ibunya mengharap pahala dari Allah dengan musibah tersebut.” (Hr.Ibnu Majah no.1690)
 Butuh waktu untuk bisa menerima semua itu, semua cobaan yang awalnya sungguh berat. Bahkan, sedih masih membekas direlung jiwanya. Kenangan indah bersama mas No terekam jelas dalam memorinya, bayangannyapun nampak dipelupuk mata.
Tapi, bukankah hidup itu setengahnya bersyukur dan selebihnya adalah bersabar? Bersabar dengan semua cobaan yang ada di dalamnya.
***


Ia memang lemah, tapi lemahnya menjadikan ia bangkit untuk menjadi kuat.
Ia memang lemah, tapi lemahnya menjadikan ia tetap kokoh pada pendirian. Ya, pendiriannya untuk tak meminta-minta belas kasihan orang-orang meski hidupnya luntang lantung tak jelas kemana arah tujuannya.
Ia memang rapuh, tapi rapuhnya melatihnya untuk tahan banting.
Ia yang lemah. Kini menjadikannya wanita tangguh, tangguh untuk tak lagi menangisi takdirnya yang jauh dari apa yang diimpikannya.
SEKIAN

*Meski nilainya masih rendah tapi tetap semangat untuk berlatih lebih baik lagi.
Penilaian :
Ide:C(2)
Judul:C(2)
Opening:C(2)
Konflik:C(2)
Dialog:C(2)
Narasi dan Deskripsi:B(5)
Kesan setelah dibaca:C(5)
Ending:B(5)
Tekhnik kepenulisan:A(10)
Kesesuaian Tema:A(20)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar