Menu Akhir Bulan
Jauh dari orang tua adalah tantangan terbesarku. Seumur-umur
inilah pertama kalinya berjauhan dengan orang tua dan saudara-saudaraku. Meski
masih se Kabupaten, tapi tetep saja aku belum sanggup berpisah dengan mereka. Tapi
, aku juga ingin menimba ilmu untuk masa depan ku , orangtuaku, saudara-saudaraku,
bahkan bangsaku. Awalnya aku bingung, setelah lulus SMP mau meneruskan kemana? Kakakku
pun menyarankan untuk masuk ke Pesantren.
Tinggal di pesantren ini melatihku untuk hidup prihatin, hidup hemat dan lebih mandiri. Apalagi orang tuaku tidak selalu bisa mengirimkan uang tiap bulannya, makhlum bapak dan ibuku hanya petani biasa dengan penghasilan yang tidak menentu. Jika dihadapkan situasi seperti ini,membuatku harus berfikir lebih kreatif. Bagaimana caranya agar tetap bisa makan meski tidak punya uang?
Hari itu kiriman uang dari bapak benar-benar sudah habis, pikiranku gusar, tidak tenang. Makan apa besok? Syukurnya persediaan beras masih ada, cukup untuk mengganjal perut dalam beberapa hari kedepan. Tapi, tidak ada uang sepeserpun yang ku pegang untuk membeli lauk. Terus aku makan sama apa?nasi saja kurang enak khan? Mau pinjam sama teman tapi, aku santri baru disini. Belum akrab dengan santri-santri yang lebih senior dariku, apalagi aku orangnya pemalu.
***
Pagi itu suasana dapur sedang rame-ramenya. Teman-teman
sedang asyik memasak lauk. Biarpun aku tidak ikut iuran uang untuk membeli
sayur, tapi aku tetap membantu mereka memasak didapur. Setelah semuanya beres
dan teman-temanku mulai makan dengan lauk yang baru saja dimasak, aku hanya
bisa pasrah sambil memegang piring berisi nasi tanpa lauk.Akupun menuju dapur, tidak
ada sisa-sisa makanan , yang ada hanyalah minyak sisa menggoreng ikan, tanpa
pikir panjang akupun mengambil minyak jelantah secukupnya yang masih diwajan
penggorengan. Terpaksa pagi itu aku Makan hanya berlaukkan garam dan minyak
jelantah(minyak bekas untuk menggoreng). Kalian ingin tahu bagaimana
rasanya?(bagiku nikmatnya luar biasa,makhlum perut ndeso apapun enak)bolehlah
dicoba….ambillah nasi yang masih panas(kalau nasi dingin kurang mantap) ke
piring, lalu campur dengan garam dan minyak jelantah. Makanlah selagi hangat.
Dan ternyata, makan dengan lauk ala kadarnya itu jadi alternatife untuk hari-hari berikutnya jika uang kiriman dari bapak sudah habis. Meski demikian, aku tidak pernah mengeluh. Aku jalani hari-hariku di pesantren dengan sungguh-sungguh,entah dalam hal mengaji,kegiatan social,dll.Karena kakakku selalu menasihatiku agar melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh,jangan setengah-setengah. Ibukupun selalu menanamkan sifat sabar , mungkin kalau bukan karna ibu, aku sudah pulang ke rumah, karena tidak tahan dengan hari-hari yang aku jalani di pesantren. Kurang lebih Dua tahun aku menjalani hari-hariku dengan keprihatinan. Tapi Allah tidak pernah tidur, lambat laun orang tuaku jadi sering mengirimkan uang. Otomatis aku tidak perlu makan nasi dengan lauk minyak jelantah dan garam lagi.
“sesusah apapun orang itu, jika bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu , pasti akan selalu ada jalan kemudahan untuk menghadapinya.”.Mungkin itu motivasi yang tepat untuk kondisiku.
Bukan itu saja , dengan melihat kesungguhanku dalam
menuntut ilmu di pesantren , Ibu Nyai pun menggratiskan biaya bulanan dan makan
untukku. Alhamdulillah hirobbil’alamiin.
Ditambah lagi,sekarang aku ikut Ibu Nyai di ndalem(sebutan untuk kediaman bu
Nyai)bertugas memasak untuk makan para
santri-santri dan keluarga bu Nyai. Subhanallah, betapa Allah Maha Melihat dan
Maha Mendengar. Jadi,jangan pernah menyerah dengan kondisi apapun ya sobat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar