Kamis, 11 September 2014

FIKSIMINI HUMOR



DONGKOL

Hati Richienawati porak-poranda. Ia bingung bagaimana menatanya kembali.

“Ini gara-gara Kangmas, hiks.” Ia terisak penuh sesal.
Dipandanginya gambar seorang laki-laki berkumis tebal sedang tersenyum sumringah. Dulu, kumis tebalnya yang membuat Ia tergila-gila.

“Apakah kamu sudah tak cinta aku lagi, Mas? Dan siapa perempuan yang bernama Chieti itu?”
*
Dua hari yang lalu.
Di sudut ruang kafe berlantai 2, terlihat pemuda berpostur tinggi dengan rambutnya yang cepak sedang menanti seseorang.
Lima menit kemudian, seseorang bertubuh gempal menghampiri pemuda itu.

“Ih…, kang mas Wiro kok senyum-senyum sendiri. Hayo, lagi ngelamunin siapa?” tanya Richienawati sembari mengerjap-ngerjapkan matanya yang bulat.

“Chietiku sayang, donk,” jawab Wiro dengan wajah penuh bahagia. Ups, keceplosan.

“Apa? Siti?” lengkingan suara Richie menggetarkan hati Wiro,
“jadi selama ini…, brak,” tangannya menggebrak meja, hingga cemilan yang tersaji berlompatan kesana kemari.

“Bukan itu, eh…, anu. Siti itu, eh Chieti itu….” Jawab Wiro gagap, ingin hati menjelaskan yang sebenarnya, namun lidahnya kelu ketika melihat mata bulat kekasih yang hampir keluar.

Perempuan berambut kriting itu tak mau mendengarkan penjelasan kekasihnya. Ia sudah terlanjur marah, ternyata selama ini Kangmas bermain mata di belakangnya.
Richienawati berlari menuruni tangga, ia tak tak menghiraukan puluhan pasang mata yang sedari tadi memperhatikan dirinya.

“Richie, Sayang. Tunggu! Kamu salah paham.” Dengan gesit, Wiro berlari mengejar perempuan yang sudah berhasil mencuri hatinya . Namun teriakan Wiro tak digubris.

“Kangmas, jahat. Hiks.” Jawab Richie dibarengi tangisnya yang kian menjadi. Terus saja Ia berlari menelusuri trotoar.

“Kangmas jahat, tega-teganya menyakiti hatiku. Cintaku dibalas dusta, apakah semenjak aku berganti profesi jadi penjual gado-gado?” isaknya.

*
Wiro kelabakan, hatinya bagai tersengat kalajengking, sakit.
Ia sangat menyesal, kenapa nama itu meluncur dari bibirnya? Seharusnya dipendam saja sampai waktunya tiba. Tahu sendiri, Richie orangnya mudah tersinggung.  Tapi nasi sudah menjadi bubur.
Sampai-sampai bubur masakan emaknya gak jadi dimakan.

“Aku mau kita putus! Kenapa Kangmas Menduakan Cintaku, sedangkan menyatukan cinta kita saja belum bisa?” pesan singkat dari Richienawati membuat tubuh Wiro lemas.

“Sebelum kita putus, aku ada satu permintaan. Pertemukan aku dengan Chietimu itu!”

Tiba-tiba Wiro bangkit dari duduknya. Ia tertawa cekikikan.
Yes, yes, yes.
Dielus-elusnya kumis yang berhasil menarik hati Richinaewati.
Pasti Richie kangen sama kumis Kangmas ini, batinnya yakin.

*
Di pasar darurat, Wiro celingak-celinguk mencari sesosok bidadari tak bersayap, biarpun bersayap juga gak bakalan bisa terbang.
Matanya berbinar ketika mendapati Richie sedang mangkal diseberang jalan raya, lalu Wiro menghampirinya.

“Mana Chietimu itu!” ucap Richie dengan ketusnya.

“Ada di samping Kangmas,” jawab Wiro cengengesan.
Richie bingung dibuatnya.

“Chieti, ya kamu. Kamu ya Chieti bidadari tak bersayap penjual gado-gado paling terkenal di kampung ini, Sayang,” jelas Wiro penuh kemenangan karena sudah berhasil membuat Chieti, eh Richienawati dongkol.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar