Minggu, 29 Juni 2014

EVENT GORESAN PENA " MEI MEMORIKU"



Mengejar-Ngejar Mimpi
Bulan Mei ini dihebohkan dengan terbitnya buku Mengejar-Ngejar Mimpi karya Dedi Padiku. Responnya cukup baik, sekali cetak langsung diborong  habis oleh Gramedia, padahal sang penulis adalah pemula. Aku pun ikut penasaran. Bagi yang sudah membaca, katanya isinya sangat inspiratif. Perjalanan dari Gorontalo ke Jakarta dalam menggapai impian yang penuh dengan suka duka.

Tidak sengaja aku membaca tulisan di sebuah blog, “Jika kalian punya mimpi, ceritakanlah. Dan ceritakan juga perjuangan apa saja yang dilakukan dalam menggapai impian tersebut.”

Aku tertarik karena akan dipilih  satu pemenang yang akan mendapatkan buku Mengejar-ngejar Mimpi. Awalnya ragu, tapi akhirnya kucoba juga.

“Saya ingin sekali menjadi penulis. Sebuah mimpi yang bertahun-tahun lamanya terpendam karena pekerjaan  yang kurang mendukung. Awalnya pesimis, tapi lama-lama rasa optimis untuk menggapai mimpi itu tumbuh. Meski  kini bekerja sebagai seorang pembantu, tidak jadi alasan untuk berhenti berkarya walau hanya selarik puisi yang dihasilkan.
Gayungpun bersambut, ada orang  baik yang mendukung dalam menggapai mimpi. Mereka mengajarkan saya menulis lewat komputer, dan memberi saran-saran dalam hal kepenulisan, juga memberi suntikan semangat agar tidak mudah menyerah.Memang tidak mudah, waktu menjadi kendala karna harus membagi waktu antara menulis dan melakukan kewajiban sebagai seorang pembantu.Kini saya mulai berani mengikuti event -event kepenulisan yang sangat membantu untuk mengasah kemampuan dalam menulis.”
 Email terkirim.

Lama tak ada balasan, satu hari, dua hari, tiga, empat hari, bahkan sampai berminggu-minggu. Pasrah, mungkin bukan rezekiku. Padahal aku sangat berharap memiliki buku itu.

Tepatnya tiga minggu, email baru baru dibalas.
“Terima kasih sudah berpartisipasi. Saya sangat terkesan dengan impiannya. Alhamdulillah Anda menang dan berhak atas hadiah buku Mengejar-ngejar Mimpi. Mohon kirimkan alamat lengkapnya :)”
Serius, Pak? Ini mimpi atau kenyataan? Tapi sang pengirim email berkali-kali meyakinkanku.
Alhamdulillah

EVENT MMJN "KISAH KASIH DI SEKOLAH"



Cinta  Bersemi di Lapangan Basket

“Tidak ada yang namanya ‘Cinta Pada Pandangan Pertama’yang ada rasa suka atau nafsu pada pandangan pertama yang diartikan menjadi cinta”
#Refrain
Semester baru.
“Tio?” pekikku dalam hati, mimpikah?  Tiba-tiba tubuhku lemas, jantungku berdetak lebih kencang, aku terpaku dalam ketidakpercayaan.  Langkahku ragu untuk masuk ke ruang Perpustakaan. Dia, sosok yang selama ini aku…
***
Ingatanku melayang jauh, menelusuri tentang sosok dirinya.
 Cuaca siang di bulan Mei begitu terik, tapi tak menyurutkan semangat para siswa yang sedang mengikuti lomba antar kelas. Setelah seminggu  melaksanakan Ujian Akhir Sekolah, di sekolah kami mengadakan berbagai lomba, di antaranya basket, voli, tarik tambang, sepak bola, pidato, kebersihan kelas, dan masih banyak lagi.
Aku dan Yuni, sahabat baikku pun memilih menyaksikan lomba basket. Kami duduk diantara deretan penonton  yang begitu antusias. Makhlum,  pesertanya adalah kelas 2, yang sudah terkenal keganasannya, mereka sangat piawai dalam bermain.
“Yun, itu cowok ganteng banget ya?”gumamku pada Yuni  yang ada disampingku.                                                                                                                                                      
 “Yang mana?” tanyanya sambil mengamati para pemain basket.                                                                                                   

 “Itu yang  barusan masukin bola ke ring,” jawabku seraya menunjuk-nunjukkan jari kearah cowok yang aku maksud.                                                                                                                                                                                                   
 “Oh, kirain yang mana. Itu mah si Tio, anak kelas 2A. Ehm…, kamu naksir ya El?” ledeknya sambil senyum-senyum tidak jelas.                                                                                                                                                                                                                
 “Apa? Naksir? Ah biasa aja kali,” elakku dengan wajah merah merona dan sedikit nerves, nerves? Rasa yang sungguh aneh.                                                                                                                                                                                                                 
 “Tapi dia sudah punya pacar. Nah, itu pacarnya yang lagi bersorak sorai dengan teman-temannya, pasti Tio tambah semangat nih dapat dukungan dari doi, uhuiiii…,  so sweet romantis deh.”
(GUBRAK…..lemas rasanya) Benar-benar, kata-kata Yuni meruntuhkan hatiku. Rasa-rasanya sudah tidak bersemangat lagi. Ada rasa sakit yang menggerogoti relung jiwaku, baru pertama kalinya  mengalami seperti ini. Di saat aku merasakan cinta, ah CINTA? Benarkah?                                                                                                              
 Inikah yang dinamakan Cinta? Cinta pada pandangan pertama, hati bergemuruh, berdebar, salah tingkah? Ah, entahlah.
***

“Kenapa harus dia? Kenapa aku dipertemukan kembali dengannya? Kenapa hobi kita sama? Kenapa aku dan dirinya yang terpilih, untuk mewakili sekolah dalam perlombaan menggambar antar kabupaten?” Berbagai pertanyaan memenuhi otakku, bingung.  

Kuhela nafas panjang, lalu menghembuskannya secara berlahan, berharap ketenangan mengisi ruang hatiku. Setelah bisa menguasai keadaan, aku pun duduk dihadapannya. Ingin rasanya menjauh, tapi guru Kertangkes menyuruhku demikian. Salah tingkah? Pasti.
Selembar kertas Manila dan pastel membuatku tak percaya diri, tapi berhasil kulawan. Aku berusaha untuk fokus dan mulai mencorat-coret, melukis indahnya alam di desa.
“Wow, gambarannya bagus,” pujinya. Aku tersipu malu.
Kulirik dirinya dalam beberapa detik, tampan. Pantas saja pacarnya cantik. Hiks.
***

Jumat, 27 Juni 2014

TAKKAN ADA YANG ABADI



Takkan Ada yang Abadi

Semua akan berakhir, berakhir dari ketertekanan batin
Semua akan berakhir, berakhir dari segala hal yang menyakitkan
Semu akan berakhir, berakhir dari hari-hari penuh dengan keegoisan masing-masing
Semua akan berakhir, ya…, berakhir dari dunia yang fana ini
Dunia yang penuh dengan cobaan
Dunia yang penuh dengan godaan
Dunia yang penuh dengan segala hal yang semu, tak akan kekal, abadi…

Ah…, kita tertipu, tapi tetap saja mengelak
Merasa ini adalah kesenangan yang harus dinikmati, harus dilewati dengan hura-hura
Sepertinya setan-setan telah berhasil membujuk kita sedemikian rupa, terperangkap dalam lingkarannya
Sulit lepas jika tak ada niat dan tekad yang sungguh-sungguh
Ya, hanya bisa merenung, intropeksi diri…
Merasa diri penuh dengan dosa…
Ketergantungan hidup yang entah kepada siapa…
Tapi yang pasti, hanya kepada Allah lah kita bergantung, menyandarkan hidup yang sebentar ini

Termuat di "Secangkir syair" Majalah Annida Online

Senin, 23 Juni 2014

MEMORY YANG TERTINGGAL



Jam dinding dikamarku menunjukkan pukul 9.30 malam, tapi rasa kantuk belum menghinggapiku. Aku berusaha mengatur pola dudukku dan sedikit merebahkan diri kekursi, capek rasanya. Tak apalah, demi memperjuangkan sebuah mimpi. Baru saja aku menyelesaikan sebuah cerpen, menulis adalah hobiku dan aku begitu termotifasi untuk menjadi seorang penulis. Meskipun baru pemula, tapi harus tetap optimis dan akan memperjuangkan mimpiku itu. Insyaallah.
Tiba-tiba mataku tertuju pada tumpukan buku yang tersusun rapi diatas meja belajar. Sebuah buku bersampul warna merah jambu menarik perhatianku, my diary, kuraih….lalu berlahan-lahan kubuka. Lembaran demi lembaran kubaca dengan seksama. Sesekali bibir ini tersenyum saat membaca sebuah catatan teruntuk seseorang. Ehemmm…aku terhenti pada lembaran yang isinya sebuah puisi:

“Kuberlari mengejar waktu, yang tertinggal dimasa lalu
Ingin bertemu dengan dirimu, yang selalu ada dihatiku
Rasa ini slalu menggebu, bila teringat akan dirimu                                                                      
Namun kutak pernah tahu, seberapa lamakah ku harus menunggu?                                      
Jarak memisahkan, waktu terus menunggu                                                   
Tak mungkin kuungkapkan, rasa ini tuk dirimu  
 Jujur kulelah tentang semua,tapi keyakinan mengalahkan segalanya                       
  Andai waktu masih tersisa, ingin kuungkap meski kau tak menerima”

Teruntuk seseorang yang ada dihatiku AQUARIUS.

Deg….tiba-tiba jantungku berdetak lebih kencang ketika membaca Sebuah nama AQUARIUS.                                                        
 AQUARIUS???? Eitssss…jangan pada salah paham dulu ya …
AQUARIUS itu hanya  sebutan saja buat dia, sebenarnya sih namanya Tio…bagus kan? Hehehe….biar orang yang baca my diary tidak pada  tahu. Soalnya, itu buku diary tidak ada kuncinya .Aku juga kan orangnya sembrono, naruh buku sepenting (cie….buku penting)ini disembarang tempat. Sudah sering  kejadian my diary  dibaca sama orang, entah itu keluargaku, sahabat, bahkan sampai tetanggaku juga pada ikut baca, lho kok bisa…bagaimana ceritanya?
Begini…begini, gara-garanya waktu itu aku lagi nulis diary di teras rumah, tiba-tiba si adik nangis minta dibeliin permen lollipop, ya sudah aku ajak adikku tersayang itu ke warungnya bu Ijah,  tetangga sebelah. Eh..., pas sekembalinya dari warung, aku memergoki bu Rodiah lagi baca my diary,Alamakkk….langsung saja aku rebut. Kalau sampai bu Rodiah baca bisa berabe nantinya, masalahnya disitu ada catatan kalau aku pernah kesaal banget sama  siAmin, anaknya bu Rodiah sewaktu SMP dulu.  
                                               
Kembali lagi ke AQUARIUS.
Aku berusaha untuk mengingat kembali tentangnya,begitu jelas. Saat pertama kali aku melihatnya dalam pertandingan olahraga basket antar kelas waktu SMP dulu(8 tahun yang lalu)

“Yun…itu cowok ganteng banget ya?”gumamku pada yuni  yang ada disampingku.                                                                                                                              
  “Yang mana…?” tanyanya sambil mengamati kearah para pemain basket.                                                                                                   
 “Itu…yang  barusan masukin bola ke ring,” jawabku seraya menunjuk-nunjukkan jari kearah cowok yang aku maksud. 
                                                                                                                                                                                                  “Oh itu…kirain yang mana. Itu mah si Tio, anak kelas 2A . Ehmmmm…kamu naksir ya El…?” Ledeknya sambil senyam senyum.                                                                                                                                                                                                                
 “Apa…naksir? Ah biasa aja kali,” elakku dengan wajah merah merona dan sedikit nerves, nerves? Rasa yang sungguh aneh.                                                                                                                                                                                                                
 “Tapi dia sudah punya pacar. Nah…, itu pacarnya yang lagi bersorak sorai dengan teman-temannya, pasti Tio tambah semangat nih dapat dukungan dari pacarnya, uhuiiii… so sweet romantis  deh.”                                                                                
 (GUBRAK…..lemas rasanya) Benar-benar deh, kata-kata Yuni barusan meruntuhkan hatiku. Rasa-rasanya sudah tidak bersemangat lagi. Ada rasa sakit yang menggerogoti relung jiwaku, baru kali ini aku merasakan seperti ini. Di saat aku merasakan cinta, ah CINTA? Benarkah?                                                                                                            
  Inikah yang dinamakan Cinta? Cinta pada pandangan pertama, hati bergemuruh, berdebar, salah tingkah, pokoknya tidak karuan deh, benar-benar rasa yang aneh bukan..????
Hmmm….entahlah, aku juga belum bisa mengambil kesimpulan. Mungkin itu hanya rangsangan sesama lawan jenis. Upst….tapi emang benar, dan itu nyata. Aku hanya bisa merasakan semua itu saat pertama kali  melihatnya.
(Hei….sadar..sadar…sadarrrrr apa-apaan sih aku ini, dia sudah jadi milik orang lain  tahu???)                                                                                                                                                                                                                                  Tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri, rasa yang tidak diundang tiba-tiba datang menghampiriku. Dan entah mengapa, aku begitu yakin dan optimis untuk bisa dekat dengannya.
                                                                     ***
Bagaimana kabar Tio sekarang ya? Aku benar-benar merindukannya. Tidak terasa sudah 8 tahun aku memendam rasa untuknya. Inginnya sih terus terang, biar plong…dan tidak ada lagi beban, rasa untuknya begitu menyiksaku. Ah…aku ini, berlebihan banget deh. Tapi ya itulah yang aku rasakan.                                                                
 “Masih belum bisa ngelupain Tio ya El?” tanya kak Adi yang tiba-tiba sudah disebelahku. Sontak aku kaget dan tersadar dari lamunanku.                                                                                                                                                                                
 “Eh kak Adi…kebiasaan deh, kalau masuk kamar orang tidak permisi dulu, bikin kaget orang saja. Tidak sopan tahu?” protesku pada kakak laki-lakiku yang hanya beda jarak tiga tahun ini dengan sedikit kesal.                                                                                                                                                                                                 
 “Hehee maaf…maaf, salah sendiri pintunya tidak  ditutup. Kirain lagi ngelanjutin cerpen  yang kemarin,.eh…tahu-tahunya malah lagi ngelamun.”                                                                                                                                                      Upst….gara-gara ngelamunin si dia jadi lupa nutup pintu.                                                                                                                   
 “Tidak baik lho, menyukai seseorang terlalu berlebihan,” lanjutnya. 
Ia juga sih, huf…betapa waktuku banyak tersita hanya untuk memikirkannya. Sudah berusaha melupakan, tapi susahnya minta ampun. Senyuman yang mengembang dari bibirnya mampu menghipnotisku untuk selalu mengingatnya. Sampai kugeleng-gelengkan kepala, kututup mata dengan kedua tangan, tapi teteeep saja sosoknya tak mau hilang dari pikiranku.                                                                                                                                                   
 “Lebih baik  terus terang saja deh, dari pada kamu makin tersiksa.”
 Huhhh…sebuah pendapat yang bikin hati semakin dag..dig…dug. Mana mungki aku berani berterus terang, menyapanyapun tak ada nyali.
Bukannya bertambah tahun rasa itu berkurang, eh…malah ini semakin bersemi.